Minggu, 03 Juli 2011

Malam Itu Ku Menangis

      Malam itu tepatnya tanggal 01 Juli 2011. Ketika itu aku tengah menjalani kegiatan Diklat di daerah Cisarua Bogor. Ketika itu salah satu panitia atau guru pebimbing sedang memberikan materi tentang cara menulis di jejaring social. Akan tetapi tiba-tiba pembicaraan melenceng, yaitu membicarakan tentang kisah seorang anak laki-laki yang menginginkan ibu nya meninggal agar ia tidak malu karna punya ibu yang matanya hanya sebelah.
      Disitu diceritakan bahwa anak laki-laki itu sangat benci dengan ibunya, hingga akhirnya anak itu mulai tumbuh dewasa, anak laki-laki itu pergi meninggalkan ibunya ke Singapura. Disana ia tinggal, bekerja, hingga ia memiliki keluarga disana.
      Disaat keluarganya tengah berkumpul, tiba-tiba ada seorang ibu-ibu tua dengan mata sebelah mengetuk pintu rumah anak laki-laki itu. Dan ternyata ibu tua itu adalah ibu kandung nya anak laki-laki itu. Lalu anak laki-laki itu berkata
      “siapa anda? Ada apa anda kesini? Sana pergi ! jangan ganggu keluarga saya .”
      “saya ini ibu kandung mu, ibu yang melahirkan dan membesarkan mu nak. Tapi, terserah, sekarang kamu masih mau menganggap aku ini ibu mu atau bukan.” Jawab ibu itu.
      “ibu saya sudah meninggal ! dan saya tidak punya ibu seperti anda ! ibu yang hanya punya satu mata .”
Lalu anak dari laki-laki itu datang, dan menertawakan ibu-ibu tua itu karna matanya hanya ada satu. Ibu itu hanya diam, dan kehadirannya tidak diterima dan disambut dengan baik oleh keluarga dan anak laki-laki kesayangannya itu. Akhirnya sang ibu itu pun pergi meninggalkan rumah itu.
      Setelah kejadian itu, laki-laki itu memutuskan untuk pergi ke daerah ia tinggal dulu dengan alasan kalau ia ada reunian dengan teman sealmamaternya dulu.
      Ketika ia sesampainya disana, ia mengunjungi rumah yang pernah ia tinggali dulu dengan ibunya itu. Lalu temannya datang dan memberikan sebuah surat kepadanya yang berisikan.
      “saat kamu sedang membaca surat ini. Mungin ibu sudah tidak ada di dunia ini lagi. Saat kamu kecil dulu, kamu pernah mengalami kecelakaan hingga membuat salah satu matamu itu rusak. Lalu aku memberikan salah satu mataku ini untukmu agar kamu bahagia, dan kamu bisa melihat dunia dengan kedua matamu itu. Operasi pun berjalan lancer, dan matamu pun sekarang kini sudah sempurna lagi. Setelah aku memberikan mataku ini kepada mu, mataku jadi hanya sebelah saja. Mataku seperti ini karna aku telah memberikannya padamu.”
      Setelah membaca surat itu, lelaki itu tidak merasakan sedih yang mendalam ataupun menyesal karna ia telah menyia-nyiakan ibunya itu. Akan tetapi ia malah merasa senang karna ibunya sudah tak ada, karna sekarang ia tak akan malu lagi karna ibunya hanya mempunyai sebelah mata.
      Setelah mendengar cerita itu, perlahan aku mulai menitihkan air mata. Lalu disusul lagi dengan pembicaraan guru pebimbing itu agar para peserta diklat itu mulai meningat kesalahannya masing-masing terhadap ibu nya. Apakah kami sudah membahagiakan ibu kami atau belum? Apakah kami sudah menuruti keinginannya atau belum?. Mungkin selama ini aku sudah banyak melakukan kesalahan kepada ibu ku,dan terkadang aku pun selalu menolak apa yang ia inginkan, padahal itu demi kebaikan ku juga.
      Setelah mendengar itu semua, aku tak tanggung-tanggung. Aku langsung menangis yang begitu sedih hingga nafasku terengah-engah. Karena disitu aku merasakan semua itu belum sepenuhnya kulakukan. Hingga acara telah selesai, aku pun masih menangis. Saat balik ke wisma tempat tinggal ku dan ke tiga temanku itu untuk beristirahat, disana pun aku masih menangis dengan nafas terengah-engah. Dan dimalam itulah, aku dibuat nangis, se-nangis-nangisnya.